Segala Sesuatu Yang ada Tidak ada Yang sia-sia,jadilah Inspirasi buat orang-orang disekitarmu.

Thursday 19 May 2011

Menyusui di Tempat Umum

MENYUSUI


Tidak mudah menyusui bayi di ruang publik. Bukan hanya diganggu tatapan mata orang lain, tetapi pasangan dan bayi sendiri sering tidak nyaman.

Terganggu Nursing Cover
Rooslain Wirhayanti (30 tahun), Jurnalis, ibu dari Deru Gandar Ranukumbolo

“Deru (3 bulan) sebenarnya bukan anak yang rewel saat disusui. Namun, pernah suatu kali saya melewatkan kebiasaan menyusui Deru sebelum mengajaknya jalan-jalan. Saya pun terpaksa menyusui Deru di tempat umum. Ingin membuat diri saya nyaman tanpa perlu menerima lirikan orang lain, saya pun menutupi kegiatan kami tersebut dengan nursing cover yang saya bawa. Namun, entah karena bahan nursing cover yang saya pakai saat itu bukan katun atau memang kondisi lingkungan yang tidak sejuk, Deru mulai rewel dan menunjukkan protesnya! Sambil terus menyusui dengan nursing cover, saya pun panik mencari tempat menyusui di tengah keramaian tersebut. Deru pun terlihat berkeringat dan makin rewel!

Sebenarnya saya tidak merasa malu bila pada saat itu payudara saya kelihatan tanpa sengaja. Saya pun tahu, menyusui adalah hal yang lumrah dan saya tidak perlu risih atau malu untuk melakukannya di tempat umum. Saya hanya menghindari ketidaknyamanan orang yang melihatnya saja. Pemandangan ibu dengan buah dadanya tentu bukan pemandangan yang biasa, apalagi di Indonesia. Belum lagi, banyaknya fatwa yang diperbincangkan tentang pornografi dan pornoaksi.
Menyusui di tempat umum jelas merepotkan. Namun, yang paling membuat sedih adalah saat saya harus menyusui dalam keadaan yang tidak nyaman dan itu berakibat pada asupan gizi Deru. Deru yang tidak pernah menunjukkan ekspresi protes berlebihan selain menangis, punya kebiasaan yang selalu bikin saya sedih. Setiap kali saya terpaksa menyusui di tempat umum, ia hanya menyusu sebentar. Dalam keadaan nyaman, ia bisa menyusu selama 20 menit. Tapi saat disusui di tempat umum, Deru hanya menyusu 10 menit! Saya rasa, saat itu Deru juga terpaksa mau saya susui karena sudah sangat haus. Jadi, walau tidak nyaman dengan nursing cover yang saya pakai –entah selimut atau pashmina– ia terpaksa menelannya.
Cara paling ampuh mengatasi kondisi tersebut adalah dengan membuat Deru merasa senyaman mungkin. Walau harus menutupinya dengan nursing cover, untuk membuatnya tidak pengap dan terlebih tidak merasa sendirian di dalam penutup, selama menyusui saya sering-sering membuka bagian atas nursing cover dan menyapanya dengan mengajak ngobrol atau mengayun-ayunnya. Saya juga sering menatap matanya untuk menandakan saya ada bersamanya walau ia harus ditutupi selama menyusu.”


Catatan Ayahbunda:

Kondisi tertutup saat menyusu menggunakan nursing cover, bisa menimbulkan rasa takut, gerah, atau tidak nyaman pada bayi yang terbiasa menyusu dalam keaadan terbuka (tanpa penutup). Untuk itu, perlu dipertimbangkan menyusui bayi di tempat umum tanpa nursing cover, namun, misalnya, menutup daerah payudara yang terbuka dengan saputangan, yang tidak sampai menutupi muka bayi.
Latih bayi menyusu dengan nursing cover/apron di rumah, sehingga pada saat di tempat umum dia tidak kaget lagi. Anda dan si kecil pun bisa mencari posisi menyusui yang nyaman melalui cermin. Berbincang-bincanglah dengan bayi agar ia tidak merasa "sendirian" saat menyusu.
Siapkan nursing cover/apron yang terbuat dari bahan katun dan modelnya tidak membuat bayi merasa pengap.
Jangan panik bila bayi rewel dan menangis, karena bayi bisa makin rewel. Bila tak ada ruang menyusui, lebih baik berjalanlah ke sudut ruang yang relatif sepi, cari/pinjam tempat duduk dan susui bayi dengan tenang.


Dilarang Suami dan Ibu!
Fetty Shinta (29 tahun), karyawan swasta, ibu dari Amila Khairana Putri

“Berlatar belakang keluarga Muslim, membuat saya harus semakin berhati-hati menyusui Rana (9 bulan). Selain karena saya tahu agama Islam melarang untuk menunjukkan aurat, suami termasuk orang yang sangat zakljik dalam hal ini. Sebenarnya tidak ada kesepakatan yang pasti antara saya dan suami untuk tidak menyusui di tempat umum. Sebelum ada larangan, saya menyusui Rana dengan menutupinya dengan jilbab panjang yang sering saya pakai. Namun, tanpa disengaja suatu hari suami menegaskan lagi tentang masalah ini.
Kejadiannya saat Rana menerima imunisasi di usia 3 bulan. Di lokasi imunisasi tersebut, saya sempat menyusui Rana. Ayahnya yang saat itu ikut menemani melihatnya. Ketidaknyamanan suami melihat saya menyusui di tempat umum, membuat saya ditegur. Saya sempat kesal juga, karena merasa sudah cukup hati-hati menyusui Rana. Saya tahu bagaimana agar saya bisa menyusui dengan “rapi”. Alasan suami yang ingin melindungi saya, membuat saya mengalah. Sejak saat itu, ayah Rana melarang saya menyusui di tempat umum.
Pendapat suami ternyata mendapat dukungan dari ibu saya. Pernah suatu kali, saya hendak menyusui Rana di halaman depan rumah, namun ibu langsung memanggil saya agar segera masuk ke dalam rumah. Perintah ibu bukan tanpa alasan. Kondisi masyarakat sekitar di rumah yang masih termasuk tradisional, memang harus membuat saya ekstra hati-hati. Setelah saya perhatikan benar, memang tidak pernah saya melihat ibu-ibu menyusui anaknya di halaman rumahnya. Daripada digosipkan, kami memilih jalur aman.
Membeli peralatan menyusui seperti nursing cover/apron, baju dengan kancing di depan, atau bra menyusui jadi hal wajib yang harus saya beli sejak kejadian itu. Selain agar suami merasa tenang, saya juga jadi merasa nyaman saat menyusui. Walau ada budget khusus yang disetujui suami karena untuk kepentingannya juga, tapi saya tidak langsung membeli barang-barang yang serba mahal itu. Untuk mendapatkannya, saya sering datang ke tempat garage sale. Bukan sekadar murah meriah, saya juga harus hati-hati dengan produk yang saya pilih, karena menyangkut keamanan dan kenyamanan Rana.
Setiap hendak ke mal, saya juga mencari tahu dulu apakah mal tersebut menyediakan nursery room apa tidak. Cara lain, saya juga jadi rajin belajar menyusui di rumah. Beberapa kali saya berlatih di depan kaca, cara menggendong Rana agar posisinya menyenangkan untuknya. Buat saya sendiri, latihan tersebut akan terus membuat saya agar semakin fasih menyusui di tempat umum.”


Catatan Ayahbunda:

Usahakan mencari jalan tengah dengan menyusui di ruang menyusui (nursery room), atau di dalam mobil dengan kaca tertutup tirai, pada saat bepergian, agar tidak terlihat orang.
Jika terpaksa, sebenarnya setiap tempat yang kita kunjungi - yang tidak memiliki nursing room - memiliki sebuah ruangan tertutup, misalnya fitting room, ruang istirahat karyawan, atau ruang sembahyang. Mintalah dengan cara baik-baik untuk meminjam ruangan tersebut selama 15 menit untuk menyusui.


Si Kembar, Jadi Pusat Perhatian
Ayunda Wardhani 25, Fashion Editor, bunda dari Aqila Syailendra dan Ariya Narendra

”Saat memberi si kembar Aqila dan Ariya (18 bulan) ASI Ekslusif. Sebisa mungkin saya usahakan untuk tidak pernah menyusui keduanya di tempat umum. Pertama, karena saya yakin urusannya pasti lebih complicated –maklum, ada dua bayi yang harus saya susui. Kedua, karena saya tipe ibu yang pada saat menyusui, tidak suka bila ada banyak kain menempel di tubuh –saat menyusui di rumah, biasanya saya hanya menggunakan kimono. Itu sebabnya, saya kurang suka pada produk-produk apron menyusui; ribet dan gerah, hahaha!
Tetapi apa daya. Ketika bayi saya berusia 3 bulan, saya sudah ingin jalan-jalan keluar rumah seperti ke mal, makan di restoran dan lain-lain. Mereka pun saya bawa, berbekal masing-masing satu botol ASI perah. Ternyata sebotol ASI tidak cukup. Nafsu makan mereka besar!
Terpaksalah saya menyusui si kembar di tempat umum pada pergantian malam tahun baru, di sebuah restoran di Jakarta yang ramai. Sedang enak-enak makan malam bersama keluarga besar, si kembar merengek. "ASI perahnya habis, Bu," bisik baby sitter. Jadilah saya menyusui si kembar bergantian di meja makan. Untunglah saya biasa menyusui mereka bergantian, masing-masing di satu payudara, selama 15-30 menit.
Ketika saya sedang menyusui Aqila, saudaranya menangis keras karena cemburu dan tidak sabar. Orang-orang yang melewati meja kami pun jadi menengok dan berkomentar terhadap kehebohan itu, seperti, "Kasihan... antre menyusu ya, Nak?"
Kejadian lainnya adalah saat berbelanja di mal dan di rumah sakit. Setiap menyusui si kembar di tempat umum, rasanya lebih banyak komentar dan tatapan dari orang yang saya terima. Mungkin karena saya menyusui dua orang bayi bergantian, atau karena mereka takjub melihat ’pabrik susu’ bayi kembar saya yang berukuran ’raksasa’, hahaha!
Saran saya bagi ibu dengan bayi kembar, meski nyaman dan terbiasa menyusui dua bayi di dua payudara sekaligus, biasakan pula menyusui mereka beergantian. Dengan demikian, pada saat terpaksa menyusui mereka di ruang publik, tidak menimbulkan pemandangan yang luar biasa bagi orang awam. Maklum saja, meski masyarakat Indonesia sudah cukup toleran pada ibu menyusui di tempat umum, bila ibu menyusui dua bayi kembar sekaligus, rasanya tetap sensasional, ya!


Catatan Ayahbunda:
Dibutuhkan sikap ibu yang santai dan easy going saat menyusui bayi kembar di tempat umum. Karena, anak kembar selalu menarik perhatian orang lain –apapun yang mereka lakukan karena dianggap unik dan langka– termasuk saat mereka menyusu.
Siapkan ASI perah yang cukup, 2-3 porsi minum masing-masing bayi. Bila setelah bayi minum 1 porsi masih kurang, susui salah satu bayi sementara bayi lainnya diberi ASI perah (oleh suami atau pengasuh bayi) sehingga tidak rewel.
Sebaiknya jangan membawa bayi kembar bepergian seorang diri, karena bila Anda terpaksa menyusui di tempat umum, Anda perlu bantuan orang lain untuk ’meng-handle’ salah satu bayi.

sumber:http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Bayi/Berbagi+Pengalaman/menyusui.di.tempat.umum/001/009/4/2

Menyusui di Tempat Umum Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Bona Pasogit
Post a Comment
Terima kasih sudah berkomentar